Read more...
Rabu, 04 Juli 2012
AMALAN MALAM NISFU SYA'BAN
Read more...
Rabu, 13 Juni 2012
Agenda Terdekat
Read more...
Jumat, 04 Mei 2012
Pernikahan Adam AS dengan Siti Hawa
Setelah mengucapkan salam dan tausiyah pembuka, lalu ustadz bertanya kepada kami : Ananda sekalian, apakah ananda tahu kisah apa saja yang terjadi pada hari Jumat?
Kami terdiam dan menoleh satu sama lain, kemudian saya menjawab : Belum banyak yang kami ketahui, ustadz.
Ustadz berkata lagi : Maukah saya ceritakan suatu kisah yang terjadi pada hari Jumat yang mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua?
Hampir serentak kami menjawab : Mau ustadz.
Kemudian beliau mulai cerita :
Pernikahan Nabi Adam as dengan Siti Hawa terjadi pada hari Jumat, berdasarkan dalil yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra daripada Rasulullah SAW, Beliau bersabda :
Allah SWT menciptakan Adam as pada hari Jumat, menempatkannya di dalam surga juga pada hari jumat dan mengeluarkannya dari surga juga hari jumat serta memberi tobat kepadanya pada hari jumat pula. Maka tidaklah seseorang hamba muslim berdoa kepada Allah pada hari itu, melainkan Allah akan mengabulkannya.
Bahwasanya tatkala Adam as telah diciptakan oleh Allah, beliau memandang ke ke langit dan ke bumi, maka beliau tidak melihat seorangpun dari jenisnya untuk ia jadikan teman dalam kesunyian.
Pada waktu itu beliau sedang duduk, tiba-tiba datang rasa kantuk yang sangat kuat sehingga beliau tertidur. Kemudian Allah memerintahkan kepada malaikat Jibril agar mengeluarkan tulang rusuk kirinya, sedangkan Adam as tidak merasakan sakit sedikitpun. Kemudian dari tulang rusuk tersebut Allah menciptakan seorang wanita yang diberi nama Siti Hawa.
Semua keelokan dan keindahan hingga hari kiamat diletakkan Allah pada diri Hawa. Selain itu semua kesucian dan budi pekerti baik juga ada pada diri Hawa, sehingga Siti Hawa menjadi seorang wanita yang paling cantik di seluruh langit dan bumi dan Adam as menjadi pria yang paling mencinta di seluruh langit dan bumi.
Kemudian Allah memakaikan kepada Siti Hawa 70 macam perhiasan surga dan diberi sebuah mahkota lalu didudukkan di atas singgasana emas. Setelah itu barulah Allah membangunkan Adam as dari tidurnya seraya memperlihatkan Siti Hawa kepadanya.
Adam as menyapa : Siapakah engkau dan kepunyaan siapakah dirimu?
Hawa menjawab : Aku diciptakan Allah untuk dirimu.
Kata Adam as : Marilah ke sini.
Jawab Siti Hawa : Engkaulah yang kemari.
Adam lalu berdiri menemui Siti Hawa dan mengulurkan tangannya untuk memegang Siti Hawa, tiba-tiba terdengar suara : Wahai Adam, tahan! sebab pergaulanmu dengan Hawa tidak dihalalkan kecuali dengan mahar dan nikah.
Kemudian Allah memerintahkan seluruh penghuni surga supaya menghias dan mengatur surga dengan seindah-indahnya. Kemudian Allah memerintahkan kepada seluruh malaikat untuk berkumpul di bawah pohon Thuubaa.
Lalu Allah membacakan khutbah sendiri , kata-Nya : Al Hamdu adalah pujian-Ku, keagungan adalah sarung-Ku dan kesombongan adalah selendang-Ku, seluruh makhluk adalah hamba-hamba-Ku, Aku menjadikan malaikat-malaikat dan penghuni langit-Ku sebagai saksi, Aku nikahkan Hawa dengan Adam dengan mas kawin dan tasbih serta tahlil atas-Ku.
Kemudian pelayan-pelayan surga dan para malaikat menaburkan mutiara dan mira delima lalu Siti Hawa mereka serahkan kepada Adam as. Siti Hawa pun meminta mas kawinnya kepada Adam.
Kata Adam as : Ilahi, apakah yang harus kuberikan kepadanya, emas, perak atau permata?
Jawab Allah : Bukan
Adam bertanya lagi : Apakah aku harus puasa, shalat atau mengucapkan tasbih untuk-Mu?
Jawab Allah : Bukan
Tanya Adam lagi : Ilahi, apakah yang harus kulakukan?
Jawab Allah : Mas kawin Siti Hawa adalah supaya engkau membaca shalawat 10 kali untuk Nabi dan shofi-Ku Muhammad penghulu seluruh rasul.
Di akhir ceritanya ustadz membacakan sebuah ayat yang artinya : "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Hai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya" (QS. Al Ahzab :56)
Read more...
Senin, 05 Maret 2012
Keistimewaan Puasa Senin Kamis
Kata puasa dalam hadits di atas emngandung makna secara umum, maksudnya adalah puasa sunnah maupun wajib, ya termasuk puasa senin kamis ini. Inilah puasa yang disyariatkan oleh Rasululah SAW untuk menjaga keimanan dan ketakwaan seseorang. Diantara keistimewaan puasa senin kamis akan kita dapatkan di kehidupan akhirat pula.
Keistimewaan Puasa Senin Kamis:
1. Dijamin masuk Surga.
Allah SWT menyediakan surga untuk hamba-Nya yang beriman, bertakwa dan beramal saleh. Di sanalah mereka akan abadi dengan kenikmatan yang Allah SWT sediakan.
Karena itu, tidak ada tempat yang paling baik dan paling indah sebagai tempat kembali di akhirat kecuali surga. Surga yang penuh kenikmatan diciptakan oleh Allah SWT sebagai ganjaran atas jerih payah hambaNya yang bertakwa.
2. Terhindar dari Siksa Api Neraka.
Begitu istimewanya ibadah puasa di hadapan Allah SWT sehingga orang tersebut akan diberikan ganjaran surga di akhirat. Namun, Allah SWT belum cukup dengan memberikan surga kepada orang-orang yang berpuasa. Allah SWT juga akan menjauhkan api neraka dari orang yang berpuasa sejauh-jauhnya.
3. Menjadi Penolong pada Hari Kiamat.
4. Menanamkan Kedekatan Diri pada Allah SWT
Read more...
Selasa, 14 Februari 2012
ADAB MENGHORMATI GURU
Ilmu amat tinggi kedudukannya di dalam Islam. Demikian pula mereka yang mengajarkan dan menyebarkan ilmu
Setiap
akhir masa pengajian, atau satu peringkat tarbiyah, lahir dari rahim
pendidikan, orang-orang berilmu ke dunia; samada peringkat rendah atau
peringkat tinggi, termasuklah para sarjana dan golongan professional.
Namun berapa banyakkah dari mereka dikira murid yang menghormati
guru-guru mereka?.
Di zaman kini, Tak sedikit orang pandai, namun
banyak yang lupa, seolah-olah kepandaian dan kekayaan ilmunya menjadi
dengan sendirinya tanpa sentuhan dan doa para guru-guru mereka yang
mengajarkan secara ikhlas.
Islam sangat menganjurkan agar umatnya menghormati para ulama dan guru-guru mereka.
Dalam
kitab Ta'lim Muta'allim dijelaskan bagaimana cara menghormati guru, di
antaranya; tidak boleh berjalan di depan gurunya, tidak duduk di tempat
yang diduduki gurunya, bila dihadapan gurunya tidak memulai pembicaraan
kecuali atas izinnya. Murid mestilah mendapatkan ridha dari gurunya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (SAW) bersabda: “Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu dengan ketenangan dan sikap hormat serta tawadhu’lah kepada orang yang mengajarimu.”
Ilmu
tidak akan dapat diperoleh secara sempurna kecuali dengan diiringi
sifat tawadhu’ murid terhadap gurunya, karena keridhaan guru terhadap
murid akan membantu proses penyerapan ilmu, tawadhu’ murid terhadap guru
merupakan cermin ketinggian sifat mulia si murid.
Sikap tunduk
murid kepada guru justru merupakan kemuliaan dan kehormatan baginya.
Perilaku para sahabat, yang memperoleh tarbiyah langsung dari Rasulullah
SAW patut dijadikan contoh.
Ibnu Abbas, sahabat mulia yang amat
dekat dengan Rasulullah mempersilahkan Zain Bin Tsabit, untuk naik di
atas kendaraannya, sedangkan ia sendiri yang menuntunnya.
“Beginilah
kami diperintahkan untuk memperlakukan ulama kami”, ucap Ibnu Abbas.
Zaid Bin Tsabit sendiri mencium tangan Ibnu Abbas. “Beginilah kami
diperintahkan untuk memperlakukan ahli bait Rasulullah,” balas Zaid.
Orang-orang
terdahulu sangat hormat terhadap ulama mereka. Terhadap Said bin
Musayyab, faqih tabi’in, orang-orang tidak akan bertanya sesuatu
kepadanya kecuali meminta izin terlebih dahulu, seperti layaknya
seseorang yang sedang berhadapan dengan khalifah.
Sifat ini juga
diikuti oleh para ulama. Imam Abu Hanifah sebagai contoh sangat
menghormati gurunya. Beliau pernah berkata: “Aku tidak pernah shalat
setelah guruku, Hammad, wafat, kecuali aku memintakan ampun untuknya dan
untuk orang tuaku”.
Perbuatan ini diikuti juga oleh Abu Yusuf.
Murid Abu Hanifah, ia selalu mendoakan Abu Hanifah sebelum mendoakan
kedua orang tuanya sendiri.
Pengormatan Imam As Syaf’i kepada
guru beliau Imam Malik, juga merupakan pelajaran. Imam Syafi’I pernah
berkata: “Di hadapan Malik aku membuka lembaran-lembaran dengan sangat
hati-hati, agar jatuhnya lembaran kertas itu tidak terdengar”. Rabi’,
murid Imam As Syafi’i juga tidak ingin gurunya itu melihatnya ketika
sedang minum,
Abdullah, putra dari Imam Ahmad bertanya kepada
ayahnya. “Syafi’i itu seperti apa orangnya, hingga aku melihat ayah
banyak mendoakannya?”. “Wahai anakku, Syafi’i seperti matahai bagi
dunia..”, jawab Ahmad bin Hanbal. Sebagaimana disebutkan beberapa
riwayat, bahwa selama tiga puluh tahun Imam Ahmad mendoakan dan
memintakan ampunan untuk guru beliau Imam As Syafi’i.
Dengan guru
beliau yang lain pun demikian. Imam Ahmad pernah berguru juga kepada
Husyaim bin Bashir Al Wasithi selama lima tahun. ”Aku tidak pernah
bertanya kepadanya, kecuali dua masalah saja karena rasa hormat.”
Sikap
hormat dan tawadhu’mereka kapada para guru amat tinggi, bahkan dalam
berdoa sendiri mereka mendahulukan para guru, baru kemudian orang tua.
Kenapa dimikian?
Imam Al Ghazali menjelaskannya dalam Al Ikhya’
(1/55). ”Hak para guru lebih besar daripada hak orang tua. Orang tua
merupakan sebab kehadiran manusia di dunia fana, sedangkan guru
bermanfaat bagi manusia untuk mengarungi kehidupan kekal. Kalaulah bukan
karena jeri payah guru, maka usaha orang tua akan sia-sia dan tidak
bermanfaat. Karena para guru yang memberikan manusia bekal menuju
kehidupan akhirat yang kekal”.
Ketika ini, adab yang dicontohkan
oleh para ulama tadi hampir pupus karena terkikis oleh kebodohan,
sehingga tidaklah heran jika ada pencari Ilmu yang mencela gurunya
sendiri, dikarenakan berbeda pendapat dalam masalah furu’. Sejauh apapun
perbedaan kita, guru tetaplah guru. Nah, mudah-mudahan kita tidak
termasuk dari golongan yang seperti ini.
Sumber, http://www.hidayatullah.com
Read more...